Ringkasan Proses Pemutusan Kerja "Manajemen Sumber Daya Manusia"
RINGKASAN
PROSES
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
DI
SUSUN OLEH :
NAMA KELOMPOK 7 :
: CHINTIA
DEWANTI PUTRI (21213894)
: IREN
KARINA (24213465)
: MUHAMMAD
RAFSANJANI (26213070)
: NOVI
PUSPITASARI (26213529)
: NUR ARIF
MUTAQIN (26213594)
: ROBY
ADITYA NEGARA (28213044)
: SUCI
RAHMAWATI NINGRUM (28213662)
FAKULTAS
EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan ringkasan ini yang berjudul “PROSES PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA” dengan baik.
Ringkasan ini juga merupakan salah satu kelengkapan
tugas kelompok kelas 2EB12 sebagai syarat penilaian mata kuliah Manajemen
Sumber Daya Manusia pada tahun ajaran PTA 2014/2015.
Dalam kesempatan ini, penyusun megucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan bantuan, baik moril maupun materil di dalam proses penyelesaian
ringkasan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada
mereka semua.
Serta tak
lupa, ucapan tersebut kami haturkan pula
kepada yang terhormat:
Bapak Budiman selaku dosen mata kuliah Manajemen Sumber
Daya Manusia.
Kami menyadari bahwa ringkasan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan agar pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun sehingga ringkasan ini dapat memberikan
sumbangsih positif serta memberikan manfaat sebesar-besarnya khususnya bagi
penyusun sendiri, dan umunya bagi masyarakat luas.
Depok, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Judul.........................................................................................................................................
i
Kata Pengantar........................................................................................................................ ii
Daftar Isi.................................................................................................................................
iii
I PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................................... 1
II LANDASAN TEORI
1. Pergantian Tenaga Kerja
.............................................................................
2-3
2. Pensiun.......................................................................................................... 4
2.1 Pensium Wajib Lawan Pensiun
Sukarela......................................... 4
2.2 Daur
Pensiun.................................................................................... 4-5
2.3 Berbagai Program
Pensiun............................................................... 5-6
2.4 Berbagai Rencana Penghasilan Pensiun
Pemerintah dan Swasta.... 6-7
3. Pemberhentian............................................................................................... 8
3.1 Kompensasi
Pengangguran............................................................... 9
3.2 Kompensasi Pengangguran Tambahan............................................ 9-10
3.3 Rencana
California........................................................................... 10
4. Penempatan Di Luar..................................................................................... 10
5. Pemecatan……………………………………………………………….…
11
5.1 Pemecatan
Terhadap Personel yang Bukan Anggota Serikat Buruh.12
5.2 Pemberhentian
Personel Penting....................................................... 13
6. Studi Kasus................................................................................... ............ 14-17
III. PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................................. 18
Daftar Pustaka.........................................................................................................
18
I PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dalam
fungsi pertama manajemen personalia merupakan daya upaya untuk memperoleh
karyawan dari masyarakat untuk digunakan dalam organisasi , maka fungsi
terkahir merupakan upaya untuk mengembalikan karyawan tersebut kepada masyarakat
yang dulu menyediakannya . Kerumitan dan tantangan fungsi pemutusan hubunga
kerja bisa sama dengan lima fungsi yang mendahuluinya .Di dalam pembicaraan
pemutusan hubungan kerja , kita akan berbicara tentang : 1). Pemensiuman para
karyawan yang lanjut usia 2). Pemberhentian atau pelepasan para karyawan yang
lebih muda yang memenuhi syarat tetapi tidak dibutuhkan 3). Pemecatan karyawan
yang tidak memenuhi harapan organisasi . Dengan demikian semua itu sangat
penting dann terkadang merupakan peristiwa traumatik bagi setiap karyawan
maupun bagi manajemen organisasi .
II LANDASAN
TEORI
1. PERGANTIAN TENAGA KERJA
Dalam
pengertian luas ,pengertian tenaga kerja merujuk pada perpindahan karyawan
kedalam &keluar dari suatu organisasi. Perpindahan ini adalah suatu indeks
stabilitas tenaga kerja tersebut.jika seorang karyawan meninggalkan
perusahaan,biasanya dilibatkan biaya-biaya, berikut biaya-biaya yang dilibatkan
:
-
Biaya pengangkatan, menyangkut waktu dan
fasilitas-fasilitas untuk perekrutan,penawaran & pemeriksaan
-
Biaya pelatihan, menyangkut waktu dan
personalia dapartmen personalia & peralatan (trainee)
-
Upah seorang karyawan pemula(learner)
melampaui apa yang dihasilkan.
-
Tingkat kecelakaan dari para karyawan
baru sering kali lebih tinggi.
-
Hilangnya produksi selama selang waktu
antara pemutusan hubungan kerja dengan karyawan lama dan penggantian oleh
karyawan baru.
-
Peralatan produksi tidak dimanfaatkan
sepenuhnya.
-
T ingkat pemborosan dan sampah meningkat
jika karyawan baru terlibat.
-
Upah lembur munhkin mengakibatkan oleh
jumlah pemutusan hubungan kerja yang berlebihan.
Dalam
suatu survai atas dua puluh empat perusahaan California,biaya pergantian tenaga
kerja yang terbesar berasal darihilangnya produksi sementara dan produksi yang
tidak memenuhi standart dari pengganti pemula. Biaya diperkiraan 70% dari
jumlah seluruhnya. Urutan-urutan biaya terpenting selanjutnya,ialah :
-
Biaya pengawasan
-
Biaya pengkaryaan
-
Biaya pelatihan formal
-
Biaya pajak
-
Biaya prosedur pelepasan karyawan
Pemutusan
hubungan kerja dapat digolongkan menurut dapartemen, alasan-alasan unruk
keluar,masa dinas, dan ciri-ciri perorangan. Tingkat pergantian tenaga yang
tinggi dari dapartemen-dapartemen tertentu. Mengungkapkan perlunya perbaikan
kondisi kerja dan/atau kepersonalia.
Alasan
yang dikemukakan untuk meninggalkan organisasi harus dianalisis jawaban-jawaban
sebenarnya dalam wawancara pelepasan karyawan.
Suatu
perbandingan alsan-alasan yang diberikan pada wawancara pelepasan karyawan
dengan alasan –alasan yang diperoleh memalui daftar pertanyaan tidak
lanjut.satu perusahaan menemukan kesesuaian antara kedua sumber hanya 11 kasus
dari 116 kasus.
Pemberhentian
karyawan memberi manfaat bagi perusahaan dalam hal para karyawan yang
meninggalkan perusahaan dapat digantikan dengan karyawan yang lebih bermutu.
Contohnya, suatu perggantiaan tenaga yang
tinggi setiap tahun -32%- dianalisis untuk menentukan ada yang
tidak dapat dihindari,maka angka itu dikurangkan sampai -9%- .mereka
yang meninggalkan perusahaan itu menempuh pendidikan,dan para karyawan yang
dirundung masalah kesehatan dan keluarga,pemutusan hubungan kerha dapat
menghasilakn nilai-nilai organisasi dalam bentuk gagasan baru memasuki
perusahaaan. Personalia yang bermutu lebuh tinggi & memperrendah gaji yang dibayar jika karyawan yang lanjut usia
dengansenioritas tinggi digantikan oleh orang-orang yang baru masuk dibayar lebih rendah. Setiap
perpindahan masuk atau keluar dari organisasi mengakibatkan banyak biaya yang
disebut diatas.
Banyak
perusahaan memberikan waktu percobaan, misalnya sampai 6 bulan.bila sebelum 3
bulan karyawan tersebut terlihat kelemahan-kelemahannya. Misalnya, kurang
bakat. Perusahaan dapat memberhentikan tanpa beban kewajiban (pesangon).
Kesalahan atau kekurangan dalam seleksi
dapat dieliminasikan sebab selama waktu 3bulan tersebut,sebenarnya
perusahaan melaksanakan seleksi,meskipun demikian perusahaan tetap menderita
kerugian apabila terjadi pemutusan hubungan tenaga kerja dalam masa percobaan.
Yaitu, biaya mencari dan melaksanakan seleksi, hanya saja kerugian ini sudah
diperkecil.
2. PENSIUN
Pensiun telah
dirumuskan sebagai “peran tanpa peran” atau merupakan masa dimana seseorang
berhenti bekerja disebabkan alasan tertentu yang kebanyakan didasari atas
factor usia lanjut. Pensiun merupakan daur hidup penting, sehingga perusahaan
maupun organisasi memiliki kewajiban utama dalam memudahkan peralihan daur
hidup tersebut
2.1
Pensiun Wajib Lawan Pensiun Sukarela
Beberapa organisasi
tertentu menentukan pension wajib pada usia 65 tahun. Hal tersebut berasal dari
sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh Kanselir Jerman, Otto von Bismarck yang
memulai suatu system jaminan social dan menentukan umur tertentu tanpa suatu
dasar sekitar tahun 1880-an. Pada dasarnya, usia bukanlah ketentuan yang
terbaik dalam menentukan saat pensiun wajib seseorang. Karena, banyak orang
yang telah berusia lanjut bahkan berusia lebih dari 70 tahun, dapat tetap
produktif menghasilkan karya dan kontribusi di masyarakat. Hal ini didasari
bahwa, produktivitas,kreativitas dan energy tidak berkaitan dengan usia.
Sehingga pensiun secara paksa dapat menyebabkan kehilangan besar atas bakat
seseorang.
Namun, banyak manajer
organisasi bersikeras memberlakukan aturan pensiun berdasarkan usia ini, dengan
alasan :
1). Sederhana untuk dikelola.
2). Menciptakan
lowongan kerja bagi pemuda
3). Mempermudah
perencanaan sumber daya manusia, karena waktu pensiun telah diketahui.
4). Menyediakan jalan
keluar yang terhormat bagi karyawan yang produktifitasnya menurun.
5). Merangsang karyawan
untuk merancang masa pensiun.
2.2 Daur Pensiun
|
2.3
Berbagai Program
Pensiun
Sebagian
besar program pensiun memberikan informasi kepada para karyawan tentang
tunjangan pensiun pemerintah dan perusahaan. Kenyataannya bahwa pensiun tidak
dapat lagi dilaksanakan secara otomatis, maka akan tampak bahwa program yang
lebih efektif akan membuat pensiun lebih menarik bagi para karyawan. Sebuah
penelitian juga menunjukan bahwa para calon pensiunan meramalkan ketidakpuasan
yang jauh lebih besar dengan peran pensiun itu daripada yang sebenarnya mereka
alami sesudah meninggalkan organisasi, maka program – program ini dirancang
dengan tepat agar mengurangi kecemasan – kecemasan ini.
Program pensiun juga dapat
memberikan sejumlah besar nilai bagi organisasi dan masyarakat pada umumnya.
Para pensiun yang berhasil adalah yang memancarkan nama baik organisasi dan
juga yang meningkatkan produktivitasnya mereka karena berkurangnya kecemasan
tentang masa pensiun.
Ada dua unsur penting dari program
pensiun ini, yaitu kehadiran sukarela dan informasi untuk membantu dalam
perencanaan diri sendiri. Sebagian besar perusahaan mencoba untuk tidak memaksakan jenis program ini kepada karyawan
mereka, hal ini sangat disayangkan karena mereka yang akan memperoleh
keuntungan yang terbesar, yang setengah terampil, adalah yang paling kecil
kemungkinannya untuk hadir, sedangkan karyawan yang berkedudukan diri juga
tidak mungkin hadir, karena mereka enggan untuk pensiun. Dengan demikian,
sebagian besar program disesuaikan untuk kelompok terpelajar yang
berpenghasilan menengah.
Sarana latihan khusus cukup bermacam
– macam, seperti diadakannya pertemuan dengan para bekas pensiunan untuk tukar
– menukar pengalaman secara informal tentang masalah – masalah perubahan peran.
Sidang – sidang kerja diadakan di mana setiap calon pensiunan diminta untuk
mengisi suatu daftar urusan pribadi sehingga penghasilan pensiun dapat
diperkiraikan dengan itu anggaran pada masa mendatang dapat dikembangkan. Dalam
suatu organisasi besar, mereka menyediakan para penyuluh khusus yang disediakan
untuk masalah – masalah penyesuaian diri secara perorangan. Beberapa perusahaan
di Los Angeles mengadakan kontrak dengan badan usaha yang tidak mencari laba
yang disebut second careers (karier
kedua) untuk membantu para pensiunan dalam pekerjaan – pekerjaan sambilan,
peran – peran sukarelawan yang berarti, atau pelatihan untuk usaha kecil.
Ada berbagai saran untuk memperkecil
keterkejutan akibat peralihan dari suatu kehidupan kerja yang dikelola
perusahaan menjadi suatu kehidupan pensiun yang dikelola sendiri. lamanya
liburan tahunan dapat diperpanjang secara bertahap untuk memaksa para karyawan
menangani hamnatan – hambatan besar dari waktu bebas. Bahkan telah disarankan
pengurangan upah unutk sebagian dari liburan – liburan yang lebih panjang ini
untuk memaksa penganggaran penghasilan. Satu perusahaan memberiikan cuti dihari
sabtu seperti universitas – universitas, di mana waktu setahun dapat dikelola
sendiri pada suatu proyek yang dapat diterima.
Program pensiun yang efektif akan
mengurangi ketidakpastian karyawan, mengurangi kekhawatiran tentang kesehatan,
mengurangi kecenderungan untuk merindukan pekerjaan yang lama, memungkinkan
suatu pengaturan penghasilan pensiun yang lebih memuaskan, dan meningkatkan
jumlah partisipasi sosial pada pihak pensiunan.
2.4
Berbagai Rencana
Penghasilan Pensiun Pemerintah dan Swasta
Terobosan
utama atas penghasilan pensiun datang bersamaan dengan “UU Jaminan Sosial”
tahun 1935, ketika asuransi pensiun wajib diperkenalkan kepada masyarakat
Amerika. Rencana pemerintah (public plan)
tunjangan – tunjangan yang diberikan berdasarkan program Jaminan Sosial
dibiayai oleh majikan dan karyawan dalam jumlah yang sama. Tunjangan –
tunjangan ini pada hakikatnya ada empat, penghasilan pensiun bagi mereka yang
berumur 62 tahun dan labih yang tidak bekerja, tunjangan bagi tanggungan yang
dibayarkan kepada keluarga dari pensiunan yang meninggal yang tercakup dalam
rencana tersebut, tunjangan ketidakmampuan bekerja kepada para pekerja yang
secara jasmaniah tidak mampu melanjutkan pekerjaan, dengan syarat mereka telah
bekerja dibawah program itu paling sediikit dalam 5 dari sepuluh tahun yang
lalu, dan “pemeliharaan kesehatan” untuk perawat di rumah sakit bagi karyawan
yang diikutsertakan yang berusia diatas 65 tahun.
Tunjangan dibayar kepada seorang
pensiunan, orang – orang yang menjadi tanggungannya, atau orang – orang yang
masih tinggal/hidup jika dijamin oleh undang – undang itu. Seseorang dijamin
pada dewasa jika telah bekerja selama
1 setengah
tahun dari 3 tahun yang terakhir. Sedangkan, seseorang akan dijamin sepenuhnya
jika telah bekerja dalam pengkaryaan selama 10 tahun. Tunjangan – tunjangan
pensiun, ketidakmampuan bekerja, dan tanggungan yang ditinggalkan dihitung
berdasarkan penghasilan bulanan rata – rata seseorang sampai pada jumlah yang
dapat dikenakan pajak.
Rencana – rencana swasta (private plan) tunjangan pensiun yang
diberikan oleh jaminan sosial bagi sebagian besar pensiunan tidaklah memadai.
Akibatnya, para majikan dan serikat buruh telah tergerak untuk menyusun rencana
– rencana swasta guna melengkapi tunjangan pemerintah. Pada tahun 1948 suatu
keputusan Dewan Hubungan Perburuhan Nasional memaksa para majikan untuk
merundingkan persoalan pensiun. Ada lebih banyak rencana pensiun dalam
perusahaan manufaktur daripada dalam perusahaan bukan manufaktur.
Tidak seperti pembagian biaya 50 –
50 dalam Jaminan Sosial, majikan membiayai sepenuhnya kurang lebih 75% dari
rencana – rencana pensiun swasta. Jika sumbangan – sumbangan karyawan
diharuskan. Mahkamah Agung mempertahankan bahwa generalisasi yang tepat
sekalipun tentang suatu kelas yang dilindungi belum merupakan alas an yang
cukup untuk menolak seseorang yang baginya generalisasi itu tidak berlaku.
Masyarakat kelihatannya tidak
mempercayai perusahaan swasta dalam pelaksanaan rencana pensiun rencana swasta.
Banyak rencana telah menjadi bangkrut, meninggalkan para pensiunan hanya dengan
tunjangan Jaminan Sosial yang tidak memadai. Undang – undangan jaminan
penghasilan karyawan pensiunan (ERISA) disahkan untuk menjamin agar para
karyawan yang tercakup dalam rencana – rencana (pensiun) swasta akan benar –
benar menerima sesuatu dalam waktu pensiun. Salah satu ketentuan pokok dari
ERISA adalah pembentukan pension benefit guaranty corporation dalam departemen
perburuhan.
Ciri
utama kedia dari undang – undang itu mengharuskan bagian atau milik karyawan
atasa jumlah pensiun. Selama bertahun – tahun, para majikan menggunakan
akumulasi dana pensiun sebagai “borgol emas” karyawan yang bersangkutan dipaksa
tetap bekerja pada perusahaan, jika tidak, dia akan kehilangan pensiun itu.
Ketentuan – ketentuan lain dari undang – undang yang revolusioner ini mencakup
hal – hal berikut, melarang keharusan memenuhi syarat lebih dari 1 tahun masa
dinas atau usia di atas 25 tahun, mengharuskan pemberian dana tahunan atas
biaya penuh dari tunjangan yang akan diberikan dewasa ini ditambah amortisasi
dari tanggung jawab atas tunjangan pada masa lalu, membatasi penanaman dana
pensiun dalam surat – surat berharga perusahaan sampai tidak lebih dari 10%,
mengizinkan pemindahan jumlah – jumlah yang ditempatkan dari perusahaan itu
kepada perusahaan lain atau dana pensiun swasta perorangan, mengizinkan semua
karyawan untuk membentuk rekening pensiun perorangan, tanpa memperdulikan
apakah mereka itu anggota dari suatu sistem majikan swasta atau bukan.
Tanggung jawab yang harus dipikul
oleh manajer personalia adalah bahwa dana itu dikelola oleh para pengurus yang
diangkat baik didalam maupun diluar perusahaan. ERISA menuntut pelaksanaan
peraturan administrasi yang bijaksana dan memungkinkan para administrator untuk
dituntut di depan pengadilan. Akibatnya, banyak dana yang menjadi sangat
konservatif, lebih menyukai investasi yang bermacam – macam dengan mengutamakan
bentuk investasi yang memberikan penghasilan tetap.
3.
Pemberhentian
Dalam sistem perusahaan
bebas , apabila seseorang karyawan memenuhi syarat-syarat tertentu maka
memiliki banyak kesempatan dibebaskan dari pemberhentian.Pemberhentian dapat
bersifat sementera jika perusahaan sedang menyesuaikan diri dengan variasi
dalam permintaan pasar atas produknya.Pemberhentian dapat
juga untuk selamanya , jika perusahaan itu menutup ataupun pindah ke
tempat yang jauh .Pemberhentian adalah
suatu masalah yang bagi setiap karyawan , perusahaan maupun serikat buruh.hal
ini karena pemberhentian menyangkut hilangnya penghasilan ,sehingga membuat
para karyawan dan serikat buruh cenderung membatasi kebebasan perusahaan untuk
memutuskan hal tersebut . Di pihak lain , para karyawan dan serikat buruh
berusahan untuk mengatur keputusan-keputusan pemberhentian dengan sistem
senioritas.Senioritas adalah satu-satunya faktor mengendalikan
keputusan-keputusan pemberhentian dalam 25% perjanjian ,yang faktor utamanya
50% (senioritas menjadi faktor penentu,jika karyawan yang senior memenuhi
syarat prestasi minimum) dan 25% sisanya (kemampuan , tetapi jika kemampuan
sama , senioritaslah yang menjadi faktor penentu).
3.1
Kompensasi Pengangguran
Unsur utama UU jaminan
sosial tahun 1935 ialah keharusan untuk memberikan bantuan keuangan bagi para
karyawan yang diberhentikan secara sepihak.Bagian dari undang-undang itu juga
memungut pajak 3% dari upah $3,000 yang pertama .Namun pada perubahan /
amandemen pada undang-undang ini yang telah terjadi selama bertahun-tahun
mengharuskan pajak 3,4% atas upah $6,000 yang pertama pada tahun 1978.Pada
undang-undang sekarang mengatur lebih dari 90% angkatan kerja.Karena banyaknya
pemberhentian maka tarif pajak dinaikkan 3,5% dari upah $7,000 yang berlaku
tahun 1983.Jika seseorang diberhentikan perusahaan , maka dia memenuhi syarat
untuk mendapaatkan kompensasi pengangguran selama periode 26 minggu. Jika
tingkat pengangguran diseluruh negeri berada diatas 4,5% , maka akan diberikan
kompensasi tambahan 13 minggu.Namun pada amandemen jaminan karyawan tahun 1970
menentukan penolakan penuh dari negara bagian untuk membayar kompensasi dengan
2 alasan yaitu : 1). pemecatan karena ketidakberesan pekerjaanfan 2).
kecurangan dalam melakukan tuntutan. Dengan demikaian kompensasi pengangguran
dapat terlaksana karena hal ini menjadi suatu bentuk pembayaran kesejahteraan
sosial.
3.2 Kompensasi Pengangguran
Tambahan
Walapun
tunjangan kompensasi pengangguran dalam jumlah tertentu tidak dikenakan pajak
penghasilan ,dan jumlahnya yang relatif rendah telah mendorong serikat-serikat
buruh dan para karyawan menuntut beberapa tambahan dalam bentuk tunjangan.Namun
rencana-rancana itu seringkali disebut sebagai rencana “upah tahunan yang
dijamin”dari segi terjadinya yang tepat dapat dikatakan sebagai “kompensasi
pengangguran tambahan”.Dalam sebagian rencana ,para penganggur harus memenuhi
syarat untuk kompensasi pengangguran negara bagian,tetapi United Auto Workers
Union telah merundingkan suatu ketentuan yang membayarkan 95%dari upah normal
dikurangi beban kecil ($7,50) untuk biaya-biaya yang berhubungan dengan
pekerjaan yang tidak akan dilakukan oleh karyawan yang diberhentikan.Namun
banyak juga dari karyawan yang memiliki senioritas tinggi , yang tidak mungkin
menerima tunjangan apapun dari dana ini.Ada satu masalah yang mencemaskan
manajemen , jika jumlah tunjangan dari 60% ditingkatkan menjadi 80,90 atau 100%
dari penghasilan selama jangka waktu kerja biasa , akibatnya para penganggur
enggan untuk bekerja , bahkan beberapa tidak bersedia bekerja apabila upah
rata-rata kurang dari 40%.Akan tetapi mereka yang dipengaruhi oleh etika kerja
akan menemukan hal yang menarik dari kesibukan bekerja.
3.3 Rencana California
Tahun
1978 , negara bagian California menyetujui program jaminan kerja bagi
penganggur , dengan program jaminan kerja ini dapat mengatasi banyak masalah
sosial dan ekonomi yang biasanya disebabkan pemberhentian personel.
4.
Penempatan
Di Luar
Penempatan sama halnya dengan pemberhentian/pemutusan hubungan kerja
(PHK) dari perusahaan , perusahaan melakukan kegiatan ini merupakan suatu
keputusan yang sulit karena perusahaan membiarkan/dibiarkan karyawannya
meninggalkan perusahaan tsb. Namun perusahaan juga harus melakukan
pengurangan/PHK dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Karyawan
yang tidak optimal lagi dalam bekerja/prestasi dalam bekerjanya buruk atau
jelek dibandingkan karyawan lainnya.
2. Mereka
tidak lagi mempunyai kekuatan yang nyata , untuk membangun perusahaan pada masa
ke depan.
3. Gaji
mereka yang tumbuh sampai melampaui nilai yang di ramalkan/disepakati.
Perusahaan
sebelum melakukan kegiatan PHK ini, perusahaan harus menentukan siapa saja yang
harus diberhentikan, dengan menyelidikan pihak internal untuk
memutasi/memindahkan karyawan,sesuatu itu perusahaan juga harus menyiapkan
surat pemberhentian dan biasanya surat tersebut di berikan kepada karyawannya
pada minggu awal di karenakan faktor tertentu.
Dalam
fungsi pemindahan tempat di luar yang di lakukan dengan baik oleh perusahaan
maka akan timbul dengan baik juga, biasanya orang yang di berhentikan
diserahkan kepada penyuluh , perusahaan juga biasanya memberikan bonus/hadiah
kepada karyawannya untuk biaya mencari pekerjaan lainnya.
Tugas
utama seorang penyuluh yaitu :
1. Menanamkan
kembali rasa percaya dan harga diri karyawan tsb.
2. Mengembangkan
data base karyawan tersebut ( biasanya berisi tentang pengalaman kerja, riwayat
gaji , latar belakang pendidikan dan sasaran karier ).
3. Memberikan
pengetahuaan tentang sumber-sumber pekerja yang lazim, memberikan tawaran
tawaran pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan karyawan
tersebut.
5.
Pemecatan
Metode
pemutusan hubungan kerja yang paling tidak menegangkan dan tidak menyenangkan
adalah pemecatan. Pemecatan termasuk pemisahan karyawan dan perusahaan yang
bersifat permanen. Biasanya faktor seseorang dipecat dikarenakan faktor berikut
ini :
a)
Karyawan tidak mampu mengerjakan
pekerjaannya
b)
Perilaku dan kedisiplinan yang kurang
baik
c)
Melanggar peraturan dan tata tertib
perusahaan
d)
Tidak dapat bekerja sama dan konflik
dengan karyawan lainnya
e)
Melakukan tindakan amoral dalam
perusahaan
Jika
serang karyawan dipecat dan serikat buruh merasa pemutusan hubungan kerja
dengan paksa itu tidak adil, sebagian besar prosedur keluhan akan melibatkan
campur tangan pihak ketiga, yaitu seorang wasit dari luar. Dalam kurang lebih
setengan dari berbagai kasus tersebut, keputusan perusahaan untuk memcat
dibatalkan atau diperlunak. Selain itu karyawan tidak dapat dipecat oleh
perusahaan secara sewenang – wenang karena perusahaan memiliki pembatasan atas
hak pemecatan karyawan untuk melindungi karyawan yang dianggap tidak bersalah.
Dalam proses pemecatan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) Perundingan antara
karyawan dan pemimpin perusahaan, 2) Perundingan antara pemimpin serikat
buruh dengan pimpinan perusahaan, 3) Perundingan
P4D dengan pimpinan perusahaan, 4) Perundingan P4P dengan pimpinan perusahaan,
5) Keputusan Pengadilan Negeri.
Berikut
beberapa aturan yang melindingi para karyawan atau pembatasan atas hak majikan
untuk pemecatan:
1.
UU Hubungan Perburuhan Nasional mengenai
Kegiatan serikat buruh
2.
UU Hak Sipil mengenai ras – ras
minoritas agama, kebangsaan, jenis kelamin
3.
UU Diskriminasi Umur mengenai umur 40-70
4.
UU Kesehatan dan Keselamatan Kerja
mengenai melaporkan pelanggaran pelanggaran keselamatan kerja
5.
Perwasitan/perjanjian serikat buruh
mengenai pemecatan karena sebab yang tidak adil
6.
Berbagai pengadilan mengenai pemecatan
yang berlawanan dengan kepentingan umum atau yang melanggar persetujuan lisan
atau tertulis.
5.1 Pemecatan Terhadap
Personel yang Bukan Anggota Serikat Buruh
Bagi
mereka yang bukan anggota serikat buruh, mereka hanya dpat bersandar pada
Undang – Undang atau aturan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku disuatu
negara atau di tempat mereka bekerja. Misalnya para pekerja di seluruh pelosok
Amerika Serikat seperlima dari para pekerja mempunyai pelindung dalam bentuk
serikat buruh, sedangkan sisanya hanya bergantung pada undang – undang dan
pengadilan – pengadilan dalam menjamin bahwa keputusan majikan itu adalah yang
terbaik bagi perekonomian bangsa. Pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan sosial, kebudayaan, dan rekreasi karyawan dan hilangnya
pekerjaan mempunyai akibat – akibat yang jauh lebih menghancurkan daripada
hanya hilangnya penghasilan untuk sementara.
5.2 Pemberhentian Personel
Penting
Dari
semua jenis pemutusan hubungan kerja, yang paling sulit bagi organisasi adalah
pemberhentian karyawan penting, khususnya seorang manager tingkat yang lebih
tinggi, karena orang penting tersebut sering kali memounyai dukungan politis
baik di dalam organisasi ataupun dari
kekuatan – kekuatan penting dalam masyarakat. Satu – satunya alasan untuk
membenarkan pemberhentian orang penting adalah adanya kebutuhan yang serius
untuk memperbaiki organisasi. Tahap pertama dalam proses pemberhentian haruslah
suatu pembicaraan yang jujur dengan orang yang prestasinya yang menurun.
Selanjutnya diperlukan pengawasan yang mantap untuk memastikan apakah terjadi
perubahan – perubahan. Alasan – alasan khusus untuk pemberhentian itu tidak boleh diumumkan guna
melindungi hak hak dari pihak yang diberhentikan. Ketaatan pada prosedur
semacam itu akan banyak bermanfaat untuk mengatasi tindakan hukum pada pihak
yang diberhentikan.
6.
Studi
Kasus
Penyebab Terjadinya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
PT Dirgantara Indonesia adalah
BUMN yang didirikan berdasarkan cita-cita founding father Republik
Indonesia. Dalam pidato pada tahun 1950-an, berjudul "Meng-Garudalah
Bangsaku", Soekarno meminta kesungguhan warga negara Indonesia yang cinta
dirgantara untuk menguasai dan mendirikan industri pesawat terbang di
Indonesia. Dengan semangat itu, Wiweko, Nurtanio dll, dengan peralatan
seadanya, mendirikan bengkel pesawat terbang dan pesawat terbang kecil.
Kemudian Soekarno mendirikan Industri Pesawat Terbang Berdikari pada tahun
1960-an, yang kemudian dikembangkan oleh Soeharto menjadi industri dirgantara
dengan nama PT. Nurtanio yang selanjutnya berubah menjadi PT. Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN). Kini cita-cita, hasil jerih payah, keringat, darah
dan airmata putra-putra Indonesia yang cinta dirgantara kandas di tengah jalan.
Sebanyak 6.600 karyawan PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara, para engineer
dan teknisi yang mempunyai keahlian dan pengalaman belasan tahun, akan
diberhentikan karena lemahnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah
konkrit yang dihadapi oleh sektor industri. Apakah benar PHK merupakan benar
solusi satu-satunya?, ataukah mungkin terdapat alternatif lain untuk
menyelamatkan PT Dirgantara Indonesia sehingga bisa menjadi kebanggaan untuk
generasi mendatang. Akibat dari krisis ekonomi pada tahun 1998, pemerintah pada
saat itu terpaksa menghentikan investasi tambahan yang diperlukan untuk
pengembangan lebih lanjut dari PT. IPTN, terutama dalam kaitannya dengan
investasi pengembangan pesawat N250 yang sangat mahal. Harus pula diakui bahwa
sebelumnya, biaya pengembangan dan operasi PT. IPTN sangat tidak efisien
terutama terlihat dalam bentuk pembelian peralatan yang serba mahal tetapi
tidak tepat guna. Selama kepemimpinan Habibie tersebut, banyak inefisiensi
terjadi sehingga dapat dikatakan PT. IPTN merupakan suatu industri serba mahal (high-cost
aircraft industry), yang tidak sensitif terhadap permintaan pasar. Padahal
banyak kasus di negara lain yang juga memiliki industri penerbangan yang
bekerja dengan prinsip efisiensi dan struktur biaya yang kompetitif seperti
industri pesawat di China, India, Korea Selatan, Brazil, dll. Selama tahun 1998
sampai akhir 1999, PT. IPTN terus mengalami kesulitan likuiditas dan modal
kerja yang berdampak pada operasi perusahaan. Menko Perekonomian pada tahun
2000 berupaya keras mencari solusi untuk menyelamatkan PT. IPTN. Salah satu
pilihan adalah penutupan perusahan seperti yang dianjurkan oleh IMF. Namun saat
itu Indonesia mempunyai keyakinan lain, kerugian finansial bagi negara jika
perusahaan ditutup akan sangat mahal dan investasi sumber daya manusia dalam
bentuk belasan ribu pegawai yang terdidik dan memiliki keahlian akan hilang
sia-sia. Disamping itu, negara kepulauan yang sangat luas seperti Republik
Indonesia jelas memerlukan industri penerbangan dan maritim asalkan kompetitif
dan sesuai dengan permintaan pasar. Dengan pertimbangan seperti itu, akhirnya
pemerintah memutuskan untuk tetap mempertahankan PT. IPTN tetapi dengan
melakukan perubahan paradigma dari high-cost aircraft industry (industri
penerbangan serba-mahal) menjadi competitive-cost aircraft industry (industri
penerbangan kompetitif). Pengembangan produk tidak boleh dilakukan atas dasar
pengaruh kekuasaan Negara atau (power approach). Strategi "technology
push" diubah menjadi "market pull". Produksi harus
ditentukan berdasarkan analisa permintaan pasar serta kemampuan daya saing.
Bukan ditentukan oleh selera managemen yang "hobby dengan teknologi".
Kronologis Kasus/Perkara
Pengadilan Negeri Bandung
mengabulkan gugatan Serikat Pekerja Karyawan PT Dirgantara pada Hari Rabu
Tanggal 18 Februari 2004.3 Dengan gugatan ini, hasil Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa yang salah satunya adalah memutuskan ada rasionalisasi karyawan,
dibatalkan. Inilah kronologi kasus ini: Tahun 2003
3 Dikutip dari TEMPO Interaktif,
Bandung dengan Headline: Kronologi Kasus PT Dirgantara Indonesia pada tanggal
19 Pebruari 2004
11
Juli
PT Dirgantara Indonesia ditutup.
Keluar SK Dirut Edwin Soedarmo yang merumahkan semua (9.600) karyawan.
14 Juli
Menaker Jacob Nuwa Wea menyatakan
tindakan merumahkan karyawan ilegal.
19 Agustus
RUPSLB Dirgantara mengukuhkan SK
Dirut dan menyetujui PHK 6.000 karyawan. BPPN menjadi pemilik 92,7 persen saham
Dirgantara.
21 Agustus
Menaker minta SK Dirut dicabut.
3 September
Ratusan karyawan Dirgantara unjuk
rasa di Jakarta.
1 Oktober
Karyawan Dirgantara hanya
menerima 10-25 persen gaji.
6 Oktober
Dirut Dirgantara mencabut SK
merumahkan karyawan. Sebagai gantinya, diterbitkan 2 SK baru: permohonan izin
PHK 3.900 karyawan yang tidak mengikuti seleksi ulang dan merumahkan sementara
2.600 karyawan yang menunggu hasil seleksi.
7 Oktober
PTUN memerintahkan pencabutan SK
11 Juli.
22 Oktober
Karyawan Dirgantara mengajukan
gugatan perdata hasil RUPS 19 Agustus 2003 tentang restrukturisasi dan
rasionalisasi serta RUPSLB 22 Agustus 2003 tentang penggantian komisaris.
4
November
Rapat KKSK memutuskan BPPN akan
menalangi pesangon karyawan.
13 November
Sidang kabinet terbatas
menyetujui PHK 6.600 karyawan. Ditargetkan selesai pada 21 November 2003.
1 Desember
Perundingan bipartit karyawan dan
manajemen Dirgantara buntu. Depnaker mengambil alih persoalan ini
23 Desember
Dirgantara tidak mampu lagi
membayarkan gaji karyawan yang terkena PHK. Karyawan memblokir perusahaan.
30 Desember
Dirut Dirgantara Edwin Soedarmo
menolak anjuran Menaker membayar pesangon 2 kali ketentuan UU. Tahun 2004
13 Januari
Sidang pertama perundingan
karyawan dan manajemen Dirgantara di Depnaker gagal.
15 Januari
Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat (P4P) meminta manajemen dan karyawan Dirgantara melakukan
negosiasi ulang, dan 718 karyawan setuju PHK.
29 Januari
P4P meluluskan rencana PHK terhadap
6.600 karyawan.
12 Februari
Serikat Pekerja Dirgantara
mengajukan banding atas putusan P4P ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
18 Februari
PTTUN mengabulkan gugatan Serikat
Pekerja.
23 Februari
Pesangon untuk 6.600 karyawan
yang diberhentikan sebesar Rp 440 miliar, akan dibayarkan
PEMBAHASAN
Dalam
kasus PT Dirgantara Indonesia, dilihat dari sisi etika bisnis terkait dengan
teori egoisme kelompok, melibatkan 3 pihak yang saling berhadapan, yaitu
kelompok jajaran direksi dengan dukungan pemerintah yang berkuasa yang ingin
menutup dan mem-PHK karyawan, berhadapan dengan karyawan yang terancam di PHK
dan memperjuangkan nasibnya agar mendapat pesangon dengan layak, dan pihak ke 3
yang ingin mempertahankan dan melakukan pembaharuan di PT Dirgantara Indonesia.
III PENUTUP
Kesimpulan
a. Pemutusan hubungan kerja
atau pemberhentian dapat terjadi setelah karyawan diterima dalam perusahaan
keluar atau dikeluarkan.
b. Pemutusan hubungan kerja
pada prinsipnya dapat terjadi karna salah satu atau kedua belah pihak merasa
rugi bila hubungan kerja terus dilakukan
c. Untuk memperkecil resiko
pemutusan hubungan kerja,perusahaan dapat memberikan masa percobaan kepada
karyawan yang te lah diterima
d. Kalau kita lebih
lanjut,pemutusan hubungan kerja tetap merugikan perusahan / instansi
Daftar Pustaka
·
TEMPO
Interaktif, terbit di Jakarta pada Kamis, 15 Januari 2004 dengan Headline:
Kasus Dirgantara Indonesia, P4P Putuskan Bipartit.
·
TEMPO Interaktif, Bandung dengan Headline:
Kronologi Kasus PT Dirgantara Indonesia pada tanggal 19 Pebruari 2004.
·
Flipo,Edwin B “Manajemen Personalia Jilid II”
Erlangga, Jakarta ,1997
Komentar
Posting Komentar